Pewarta : Fachruddin | Editor : Nurul Ikhsan
Fajarkuningan.com - Gagal bayar proyek APBD Tahun 2022 sebesar 94 miliar menjadi topik perbincangan masyarakat di Kabupaten Kuningan, khususnya dikalangan ASN dan jajaran SKPD. Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Kuningan, Drs. H Lili Suherli, M.Si angkat bicara dan mengkritik bahwa gagal bayar atau tunda bayar sama saja. Menurutnya, ini menunjukkan pemerintah telah gagal dalam mengelola pemerintahan dan keuangan daerah. Seperti halnya sempat disampaikan oleh Sekretaris Daerah Kuningan sebagai Ketua Tim TAPD yang mengatakan bukan gagal bayar, tapi tunda bayar.
“Gagal bayar, tunda bayar, belum bayar, terlambat bayar, dipinjam dulu nanti dibayar, ini sama saja artinya bahwa Pemkab Kuningan telah gagal bayar APBD 2022. Ini sejarah,” sindir Lili.
Menurut Lili, dari proyek pengadaan lahan Jalan Lingkar Timur Selatan (JLTS) Kuningan Rp30 miliar APBD 2022. Anggaran itu belum terserap pada saat pembahasan APBD Perubahan .
“Fraksi kami menolak anggaran JLTS untuk ditunda dan disiapkan ke tahun 2023. Dan menurut informasi hasil penelusuran ke kementrian tidak ada anggaran untuk pelaksanaan pembangunan fisik JLTS di APBN untuk tahun 2023, tapi tetap dipaksakan Rp30 miliar dianggarkan,” beber Lili.
Masih menurut Lili, janjinya Rp30 miliar APBD Perubahan 2022 JLTS bisa terserap katanya, padahal jangka waktu sangat mendesak, ternyata juga tidak terserap.
“Kabarnya, masih tersisa dana JLTS sekitar Rp7 miliar sampai Rp8 miliar. Berikutnya, dalam perjalanan rapat paripurna, pengesahan APBD 2023 juga sempat tiga kali penundaan hingga baru dilaksanakan tengah malam, karena banyak fraksi menolak. Mungkin tidak quorum,” ujarnya.
Lili juga membeberkan kasus gagal bayar APBD 2022 ini, ternyata bukan hanya proyek fisik atau pengadaan Rp94 miliar semata, tapi ada TPP ASN, sertifikasi guru belum dibayarkan 2 bulan.
“Anggaran sertifikasi tersebut pasti sudah ada, daerah tinggal membayarkan, tapi kenapa tidak dibayarkan. Bisa diduga ada penggunaan anggaran APBD yang bukan pada posnya. Apalagi TPP, sertifikasi guru. Tolonglah, mereka sudah berkeringat, wajib dibayar, gak bisa gagal bayar atau tunda bayar, masa mendahulukan JLTS, kasian guru, kasian ASN” tandas Lili.
Lili juga mengeathui kalau ternyata sertifikasi guru juga belum dibayar dua bulan. Katanya dipinjam dulu oleh pemda. Menurut Lili, karena ada beberapa orang pegawai diantaranya guru, kepala sekolah dan pengawas mengeluh menyampaikan aspirasi kepadanya, dan kata mereka uang tunjangan sertifikasinya dipinjam dulu oleh Pemda.
“Kasihan mereka. Sudah berkeringat dan mengajar anak-anak kita menjadi pintar, teganya ya. Bisa kita bayangkan latar belakang ekonomi mereka tidak sama, dan penghasilan tambahan guru itu ya dari tunjangan, kalau gagal bayar itu berarti wanprestasi,” tegas Lili
Lili juga mengkritik tidak matangnya perencanaan pada penetapan kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diakuinya, kalau ingin banyak kegiatan untuk pembangunan, salah satunya harus menggenjot peningkatan PAD agar balance (seimbang). Pendapatan bisa dari mana saja. Tapi yang terjadi kelihatannya ada mark-up target PAD yang dipaksakan, supaya balance dengan kebutuhan.
Masih dikatakan Lili, kenaikan target PAD, harusnya tidak lebih dari 30%. Tapi kenyataan ada kenaikan PAD sampai 200%. Contoh mineral bukan logam, informasinya ditarget sekitar kurang lebih Rp30 miliar naik 200-an%. Tidak masuk akal sebenarnya. Terbukti hasilnya hanya mampu mencapai sekitar Rp13 miliar. Begitu juga target PAD dari sewa pertokoan di jalan Siliwangi, yang semula kabarnya sekitar Rp74 miliar, hanya tercapai sekitar Rp14 miliar.
“Apa pun alasanya tadak tercapai, jelas ini perencanaan tidak matang , mestinya ketua tim TAPD tau perhitungan pada saat pembahasan perencanaan menaikan target PAD,” ujar Lili.
“Ini salah fatal. Berarti ada kegagalan dalam pengelolaan pemerintahan dan keuangan. Betul bukan salah para kepala SKPD. Maka seharusnya Ketua TAPD sebagai penanggung jawab Anggaran segera bisa mengambil sikap,” pungkasnya.